"RENDAHNYA MINAT SISWA BELAJAR MATEMATIKA"
Salah satu aspek pendidikan
yang memiliki peran penting dalam peningkatan sumber daya manusia yang
berkualitas adalah pendidikan matematika. Standar kompetensi mata pelajaran
matematika adalah siswa memiliki kemampuan berfikir logis, analitis,
sistematis, kritis, dan kreatif serta mempunyai kemampuan bekerjasama
(Depdiknas, 2007). Artinya, siswadiharapkan memiliki kemampuan
mengumpulkan informasi, mengolah infomasi, dan memanfaatkan semua infomasi
untuk dikembangkan dalam diri siswa tersebut. Selain itu, siswa juga diharapkan
dapat menerapkan atau menggunakan pelajaran matematika dalam kelas dikehidupan
sehari-hari siswa tersebut serta dapat menggunakan kemampuan matematika dalam
belajar pengetahuan lain. Selanjutnya dengan belajar matematika diharapkan pula
siswa memperoleh kemampuan
bernalar yang tercermin melalui kemampuan berpikir logis, analitis,
sistematis, kritis dan kreatif serta kemampuan bekerja sama, sehingga siswa
dapat memanfaatkannya untuk penyelesaian masalah dalam kehidupan sehari-hari.
Peran matematika yang begitu
besar dalam kehidupan pada umumnya tidak diimbangi dengan besarnya minat siswa
untuk belajar matematika. Sebagian besar siswa masih mengaggap pelajaran
matematika sebagai mata pelajaran yang menakutkan dan membosankan. Siswa
merasakan bahwa materi matematika sebagai beban yang harus mereka ingat dan
hafal serta mereka tidak merasakan maknanya dalam kehidupan mereka sehari-hari.
Selain materi yang dirasakan sebagai beban, siswa terkadang mengalami
kebingungan dalam menggunakan rumus matematika saat menyelesaikan permasalahan
yang diberikan oleh guru. Kebingungan ini menyebabkan siswa menjadi malas dalam
belajar matematika. Selain masalah di atas, secara umum penyebab kurangnya
minat siswa dalam belajar matematika adalah: (1) Guru lebih banyak ceramah, (2)
Media pembelajaran belum dimanfaatkan, (3) Pengelolaan pembelajaran cenderung
klasikal dan kegiatan belajar kurang bervariasi, (4) Guru dan buku sebagai
sumber belajar, (5) Kemampuan semua peserta didik dianggap sama, (6) Penilaian
berupa test, serta latihan dan tugas-tugas yang diberikan kurang menantang, dan
(7) interaksi pembelajaran dilakukan searah (Asikin, 2002).
Sejalan dengan
pendapat Asikin, Sagala (2009) menyatakan bahwa pembelajaran yang berlangsung
di sekolah cenderung menunjukkan (1) siswa kurang aktif dalam mencari dan
menemukan informasi, (2) alat peraga belum dimanfaatkan secara optimal oleg
guru, (3) pengelolaan pembelajaraan cenderung klasikal dan kegiatan belajar
yang kurang bervariasi, (4) latihan dan tugas-tugas yang diberikan kurang
menantang, dan (5) pembelajaran lebih banyak berorientasi pada guru sehingga
aktivitas siswa masih kurang. Dalam konteks pendidikan, pembelajaran seperti di
atas secara umum kurang sesuai jika digunakan untuk pembelajaran matematika,
karena konsep-konsep yang terkandung dalam matematika memiliki tingkat
abstraksi yang tinggi. Dengan pembelajaran seperti di atas, siswa tidak aktif
dalam menemukan dan mengkonstruksikan sendiri ide matematika yang mereka dapat
berdasarkan pengalaman mereka dalam kehidupan nyata. Proses pembelajaran
seperti ini menyebabkan pembelajaran matematika kurang bermakna karena dalam
pembelajarannya siswa belum terlibat secara aktif dalam menemuka konsep-konsep
yang sedang dipelajari. Hal ini membuat siswa menjadi jenuh belajar matematika
dan menyebabkan hasil belajar siswa menjadi rendah. Dari situasi seperti di
atas, mengindikasikan perlunya diterapkan sebuah model pembelajaran yang mampu
mengoptimalkan kegiatan pembelajaran sehingga hasil belajar matematika siswa
tercapai secara optimal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar